Kamis, 18 April 2013

SEPARUH HATI INI



Kkrrriingggg.....krrrriiiinnnngggg.....
“Aduh nih hp gak mau diem, gue lagi rapat  juga” keluh Ali sambil menggerutu. “Ali perhatikan rapat, jangan sibuk sendiri” perintah Bos dengan tegasnya. “Bbaaiikkk pak” jawab Ali agak gagap sambil mematikan Hp nya.
Rapat selesai, Ali pun segera keluar ruangan untuk mengecek Hp nya. “Ada apa Ibu, tadi telpon? Gak kaya biasanya, lagi gak ada pulsa lagi” suara Ali pelan.
Pikiran Ali menjadi gak tenang dengan telpon tadi, karena tak biasanya Ibu Ali telpon jika tidak ada yang penting sekali.
Brrraaakkkk....Ali terkaget-kaget....”Bengong aja lo li,,,kerja,,,mikirin dia ya???” goda Firman. “ Ah dasar loe ngagetin aja” protes Ali terhadap kelakuan firman.  “Bukan, sob. Tadi nyokap telpon, tumben-tumbenan aja.” Jawab Ali.  Setelah lama bertanya-tanya akhirnya Ali menelpon balik Ibu nya. Namun HP ibunya mati dan telpon rumahnya pun bernada  sibuk, hal ini semakin membuat Ali penasaran dan gelisah.  Selama bekerja pun Ali gelisah tak menentu yang tak ada ujungnya.
Waktu menunjukkan pukul 5 sore, saatnya Ali bergegas untuk pulang ke rumah, menuntaskan rasa penasaran Ali terhadap telpon Ibu tadi pagi.  Sambil beranjak pulang, Ali pun bersyair :
“Jika cinta bertepuk sebelah tangan
Lepaskan tanganmu
Terbang dan kepakkan sayapmu
Selebar angkasa biru
Arungi luas alam bebas
Hingga kau dapati tempat berteduh
Tuk tentukan arah
Temukan cinta yang pernah hilang”
(Khalil Gibran)
 Ali sangat senang melantunkan syair-syair untuk menghilangkan kejenuhan dalam bekerja. “Wah Ali, ternyata seorang pujangga.” Puji sang bos. “oh, si bos?” jawab Ali kaget. Ali dan si Bos pun berdiskusi sebentar setelah itu si Bos pun pulang terlebih dahulu meninggalkan Ali dan para karyawannya. Teman-teman Ali pun bergegas untuk kembali ke rumah masing-masing dan ada pula yang tidak langsung pulang.
Sambil memasuki area parkir, Ali pun bersyair kembali :

“ Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah daripada cinta “
(Khalil Gibran)

Selama perjalanan pulang Ali ternyata masih memikirkan telpon Ibu nya tadi. Syukurlah Ali sudah memasuki gang sempit rumahnya. Ali langsung bergegas mencari Ibu nya. “ Ibu, mana Ibuuu,” Ali memanggil-manggil Ibu nya, namun yang dicari-cari tidak menampakkan batang hidungnya.
“ Ada apa kak Ali?, Ibu gak ada lagi belanja sama ka Dewi”,  jawab Shinta. “Oh, tadi Ibu telpon, kamu tau ada keperluan apa?” Ali langsung to the point ke Shinta. “Gak tau kak, mungkin tadinya mau diantar sama Kak Ali buat belanja.
Ali pun langsung pergi ke kamarnya, merebahkan badan yang lelah karena bekerja seharian. Nanti saja Ali menanyakan perihal telpon tadi yang penting sekarang Ali istirahat terlebih dahulu.
Selesai istirahat, mandi lalu shalat magrib berjama’ah di Masjid, Ali lalu mengambil Al Qur’an yang ada di Masjid. Sambil menunggu Shalat Isya, Ali memang terbiasa menunggu di Masjid sambil bertilawah. Adzan Shalat Isya pun berkumandang, Ali pun langsung meletakkan Al Qur’an yang dari tadi ia pegang. Ba’da shalat Isya, Ali langsung pulang, mencari tabir misteri yang semenjak siang tadi belum terjawab.
“Assalamualaikum, Ibu sudah pulang Shinta?” tanya Ali.
“Wa’alaikumsalam, sudah kak, ada di kamar lagi istirahat”, Jawab Shinta.
Ali langsung ke kamarnya, untuk berganti pakaian. Sambil menunggu Ibu keluar kamar, Ali membaca buku di ruang tamu, jika menggangu Ibu sedang istirahat tidak enak. Ke pasar adalah rutinitas Ibu apalagi  jika sedang ada pesanan catering, pasti Ibu sangat lelah. Ali menunggu lama Ibu nya di ruang tamu, sampai membuatnya mengantuk.
“Ali,,bangun li, koq kamu tidur di ruang tamu sih??? Seloroh Ibu sambil menggoyang-goyangkan badan Ali.
“Oh Ibu, iya bu”. Ali mengucek-ngucek matanya sambil melihat ke jam dinding di rumahnya. “Wah sudah jam 12 malam?” ucap Ali agak kaget.   
Selang beberapa hari, dirumah Ali pagi ini sudah ramai oleh tetangga, saudara-saudara dan kawan terdekatnya. Tenda biru dan janur kuning sudah terpasang rapih. Bapak Ali sudah rapih dengan kemejanya serta jasnya, sudah seperti demang zaman kompeni, sedangkan Ibu Ali tampak cantik dengan kebayanya. Shinta, adiknya Ali yang super manja pun tak mau kalah heboh dengan Ibunya. Namun Ali belum tampak, masih didalam kamarnya. Ibu Ali pun berteriak memanggil Ali untuk bersiap dan berangkat karena saudara-saudara serta nenek nya sudah siap semua. Terdengar dari belakang tangga, Gubraaaak...., semua orang kaget dan langsung ke sumber suara. Sesosok yang tidak asing bagi mereka, oh ternyata Ali yang terjatuh dari tangga.
“Oh Ali, kenape loe jatuh, sabar lah, dasar calon penganten! Ledek Nenek Ali. Muka Ali langsung merah karena menjadi tontonan bagi orang-orang. Ali terdiam seribu bahasa tak keluar sepatah kata pun dari mulutnya.
Dijalan tidak jauh dari rumah Ali sudah ramai dengan mobil pribadi dan bus. Dihari yang dinantinya sejak menginjak usia dewasa, Ali berniat tidak akan lama-lama untuk menikah. Saat berusia 25 tahun pun menjadi target tahun pernikahannya walaupun pada akhirnya harus melewati usia yang ditargetkannya. 2 tahun ia harus menunggu karena sang pujaan hati, Mona harus menyelesaikan study S2 nya.
“ Bintang akhirnya ku gapai engkau
Akhirnya bisa kumiliki seutuhnya
Yang selama ini ku hanya bisa memandangimu dari kejauhan”

Ali melantunkan syair tanda penantiannya terhadap cinta yang selama ini didambakannya. Sebuah akhir penantian terhadap separuh hatinya yang kini akan dilengkapi oleh kehadiran Mona disisinya sampai ajal menjemput. Itulah yang ada didalam isi hati. Ali masih bermain dihatinya tanpa meperdulikan orang-orang disekitarnya.
Selama perjanan Ali memandangi jalan-jalan yang ia kenali karena jalan menuju rumah Mona yang sebentar lagi menjadi Istrinya. Tiba-tiba mobil berhenti mendadak dan untungnya mobil yang Ali tumpangi berada dijalur kiri.
“Kenapa Bang Zuki?” tanya Ali sekeluarga kompak.
“Mobilnya mogok, kayaknya bensinnya habis nih ?” jawab Bang Zuki berteka-teki.
“Benerkan bensinnya habis!” Bang Zuki menegaskan. “Ayo dah kita dorong sampai ketemu pom bensin !” Ajak Bang Zuki.
“Oke deh.” Ali mengiyakan. Bang Zuki, Bapak Ali dan Ali mendorong mobil karena di mobil yang laki-laki hanya mereka bertiga. Untunglah teman Ali, Ferdy dan Zainal berjalan dibelakang mobil Ali sedangkan konvoi bus sudah jalan terlebih dahulu.  Ferdy membantu Ali mendorong sedangkan Zainal mendorong motor yang ia kendarai. Tidak lama, telpon Ali berdering ternyata telpon dari Mona.
“Ali, dimana tinggal 10 menit lagi nih!” tanya Mona tidak sabar.
“Mobilnya mogot mon, tunggu ya. Kita dorong mobil, didepan juga pom bensin, tunggu aja ya!” pinta Ali.
“Iya”, jawab Mona agak manja.
Ali kembali membantu mendorong mobil lagi. Sekitar 2 kilo, akhirnya sampai juga didepan pom bensin. Setelah sampai didepan pom bensin mereka pun terteugu dan tertulis didepan jalan masuknya, MOHON MA’AF persediaan bensin disini habis.